AS, POSKOTA.CO.ID - Biasanya mayoritas pemilik senjata api di Amerika Serikat adalah laki-laki kulit putih yang tinggal di daerah pedesaan.
Tetapi kini berubah. Karena semakin banyak anggota kelompok minoritas yang membeli senjata api.
Mereka semakin banyak membeli senjata api di tengah kekhawatiran akan kekerasan dan kejahatan meningkat.
Di Jimmy’s Sports Shop, Long Island, New York, pemilik toko, Jay Zeng, melihat perubahan ini.
“Banyak orang Asia datang ke sini dan membeli senjata api karena kami di sini, kami harus membantu dan kini mereka tahu kita juga boleh membeli senjata asalkan kita warga legal di New York,” ungkapnya seperti dikutip dari VOA pada Jumat (29/4/2022).
Jay Zeng menambahkan warga Asia datang ke tokonya antara lain karena mereka takut akan naiknya kekerasan terhadap masyarakat warga Amerika keturunan Asia yang dipicu pandemi COVID-19.
Tetapi kenaikan jumlah pemilik senjata api tidak terbatas pada warga Amerika keturunan Asia.
Kepemilikan senjata api pada 2020 naik 58,2 persen di kalangan warga Afro Amerika dan 49 persen di kalangan warga Amerika keturunan Amerika Latin menurut Yayasan Olahraga Menembak Nasional.
Instruktur senjata api di Newburgh New York, Damon Finch, sependapat bahwa kekhawatiran akan kekerasan merupakan faktor yang menyebabkan perubahan ini.
“Isu-isu seperti insiden George Floyd, Black Lives Matter, dan sudah tentu COVID-19 di mana banyak orang merasa terancam dan mereka memiliki senjata api tetapi tidak tahu cara menggunakannya secara benar. Jadi mereka mencari peluang untuk mempelajarinya secara lebih dalam,” ujar Damon Finch.
Kelompok pemilik senjata api dari komunitas LGBT, Pink Pistols, menyebutkan keanggotaan mereka telah naik dalam beberapa tahun terakhir.
“Orang-orang yang telah menghubungi kami, sebagian dari mereka karena takut akan kejahatan yang diarahkan kepada mereka karena mereka dari masyarakat LGBT,” kata anggota Pink Pistols Boston, Aaron Grossman.
Dia melanjutkan,”Sebagian lainnya memiliki senjata karena menilai keadaan dunia sekeliling di mana kejahatan meningkat. Khususnya dalam satu atau dua tahun terakhir.”
Dari sekitar 400 juta senjata api di AS, 98 persen ada di tangan warga sipil. Itu mengakibatkan kerugian sangat besar dari segi kehilangan nyawa manusia.
Lebih dari 45 ribu orang tewas akibat cedera terkait senjata api di AS pada 2020 menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Para aktivis pengendalian senjata api mengacu pada penelitian penting di New England Journal of Medicine yang menyimpulkan adanya tautan yang jelas antara senjata api di rumah dan peningkatan kemungkinan kekerasan dengan senjata api.
David Yamane dari Universitas Wake Forest yang meneliti budaya senjata api di Amerika memberikan komentar.
“Kalau mereka tidak tahu menangani senjata api secara benar, kalau mereka betul-betul baru memiliki senjata api, dan tidak tahu cara menggunakannya secara tepat, kita akan saksikan kenaikan dalam penembakan yang tidak disengaja atau kecelakaan,” tukasnya.
David Yamane menambahkan bahwa tidak ada bukti yang memperlihatkan bahwa lebih banyak kepemilikan senjata api secara sah mengurangi kejahatan.
Terlepas dari etnis atau identitas mereka, kepemilikan senjata di AS terus naik. Hal ini terjadi karena semakin banyak orang beranggapan mempunyai senjata api membantu menjaga keselamatan mereka dan keluarga mereka.***